Wecarejatim.com, Sidoarjo – Dinas Pangan dan Pertanian (Dispaperta) Sidoarjo menemukan bahwa sebagian besar daging yang dijual di pasar tradisional merupakan daging gelonggongan. Temuan ini berdasarkan survei yang dilakukan di lima pasar besar di Kota Delta.
“Kami melakukan survei di lima pasar besar Sidoarjo, yaitu Krian, Larangan, Gedangan, Porong, dan Taman. Dari hasil pengambilan sampel, 88 persen daging yang dijual merupakan daging gelonggongan,” ujar Kabid Produksi Peternakan Dispaperta Sidoarjo, Tony Hartono, saat ditemui Radar Sidoarjo, Selasa (4/2).
Tony menjelaskan bahwa daging gelonggongan berasal dari sapi yang diberi minum secara berlebihan sebelum disembelih. Tujuannya adalah menambah berat daging agar pedagang mendapatkan keuntungan lebih besar.
“Praktik ini menurunkan kualitas daging karena protein ikut larut bersama air yang keluar. Selain itu, daging gelonggongan lebih cepat busuk dan berisiko bagi kesehatan konsumen, terutama jika air yang digunakan tidak higienis,” jelasnya.
Menurut Tony, pengawasan terhadap pemotongan sapi gelonggongan masih menjadi tantangan. Hal ini karena praktik tersebut sering dilakukan di luar daerah, seperti Gresik, untuk menghindari razia.
“Saat kami melakukan sidak ke Tempat Pemotongan Hewan (TPH), sering kali tidak ditemukan aktivitas pemotongan sapi gelonggongan. Namun, setelah sidak selesai, praktik tersebut kembali dilakukan secara diam-diam,” terangnya.
Untuk mengatasi permasalahan ini, pemerintah terus berupaya mengedukasi masyarakat. Konsumen di pasar diberi pemahaman tentang bahaya daging gelonggongan serta cara memilih daging yang berkualitas.
Selain edukasi, pemerintah juga memperketat regulasi terkait produk hewan. Salah satunya adalah kebijakan kewajiban sertifikasi halal yang mulai diberlakukan pada 17 Oktober 2024.
“Pemerintah telah menetapkan regulasi bahwa produk-produk hewan harus memiliki Nomor Kontrol Veteriner (NKV). Ini merupakan syarat untuk memastikan keamanan daging sebelum dipasarkan,” tegas Tony.
Tony menyebut bahwa masih ada sumber daging yang terjamin kualitasnya di Sidoarjo. Ia menyarankan masyarakat membeli daging dari tempat yang terpercaya atau di supermarket yang telah memenuhi standar kesehatan dan kehalalan.
Kalau di supermarket, dagingnya sudah pasti halal karena ada standar yang harus dipenuhi,” katanya.
Selain itu, masyarakat juga perlu mengenali ciri-ciri daging gelonggongan. Salah satu cara membedakannya adalah dengan memperhatikan teksturnya yang lebih lembek dan berair dibandingkan daging berkualitas baik.
Dengan meningkatnya kesadaran masyarakat, diharapkan permintaan terhadap daging berkualitas semakin tinggi. Jika konsumen lebih selektif, pedagang pun akan terdorong untuk menjual daging yang sehat dan meninggalkan praktik pemotongan gelonggongan.
“Kehalalan dan kualitas daging sangat penting. Karena itu, kami pada 2024 akan lebih banyak melakukan sosialisasi kepada masyarakat,” tutup Tony.
Sumber: Jawapos/Reg